FORMAT : LAPORAN
RESMI
PRAKTIKUM
MIKROPALEONTOLOGI
LOGO
OLEH :
_________________________________
…………………………...
LABORATORIUM MIKROPALEONTOLOGI
PROGRAM
STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN KEBUMIAN
UNIVERSITRAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
PAPUA
2 0
1 5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Mikropaleontologi
I.2. Kegunaan Fosil Foraminifera
I.3. Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
I.4. Teknik Penyajian Fosil
I.4.1 Pengambilan Fosil
I.4.2 Penguraian / Penyucian
I.4.3 Pemisahan Fosil
BAB II FORAMINIFERA PLANKTON
II.1. Dasar Teori
II.1.1 Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
II.2.2 Septa dan Suture
II.2.3 Aperture
II.2.4 Hiasan Foraminifera
II.2.5 Komposisi Test Foraminifera
II.2.6 Lampiran
BAB III FORAMINIFERA BENTHOS
III.1. Dasar Teori
III.1.1 Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
III.1.2 Aperture
BAB IV FORAMINIFERA BESAR
IV.1. Dasar Teori
IV.2 Lampiran
BAB V LAPORAN LAPANGAN PROFIL
BAB VI KESIMPULAN
KRITIK DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan
cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa – sisa organisme yang telah
terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga
didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi,
morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadapstratigrafi. Umumnya
fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang
berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusilina.
I.2 Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera sering
dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi perusahan – perusahan
minyak walaupun akhir – akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi
yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya
fantastik kecil ( 3 – 40 mikron ). Karena itu dalam pengamatan diperlukan
mikroskop dengan perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali.
- Kegunaan fosil foraminifera adalah :
- Untuk penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut.
- Membantu dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies.
- Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau korelasi bawah permukaan.
- Membantu menentukan batas – batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii ( fosil penciri daerah transgresi ), Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain – lain.
- Bahan penyusun Biostratigrafi.
Ø Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal
beberapa istilah yaitu :
·
Fosil
Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu : fosil yang digunakan sebagai penunjuk
umur relatif. Pada umumnya fosil jenis ini mempunyai penyebaran vertikal pendek
dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
·
Fosil
Bathimetri / Fosil kedalaman : dapat digunakan untuk menentukan lingkungan
pengendapan. Pada umunya adalah benthos yang hidup didasar.
Contoh : Elphidium sp, penciri lingkungan
transisi ( Tipsword, 1966 ).
·
Fosil
Horison / Fosil lapisan / Fosil diaognostik / Fosil kedalaman : fosil yang
mencirikan atau khas terdapat di dalam lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida ( penciri N 18 ).
·
Fosil
lingkungan : dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
·
Fosil
iklim : dapat dipergunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachiderma sebagai penciri
iklim dingin ( 2-5 ).
I.3 Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia, Carl
Von Line (1707-1778)yang kemudian mengganti namanya menjadi Carl Von Linnaeus
menyatakan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak
dipergunakan untuk nama individu lain (hukum LAW PRIORITY).
Nama kehidupan pada tingkat
genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata,
tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata. Nama – nama kehidupan selalu
diikuti oleh nam orang yang menemukannya.
v Beberapa contoh penamaan fosil :
o
Globorotalia menardii exilis Blow, 1969
Penamaan fosil hingga
subspesies dikemukakan oleh Blow, tahun 1969.
o
Globorotalia humerosa n.sp TAKAYANAGI & SAITO, 1962,
n.sp
artinya spesies baru.
o
Globorotalia ruber elongatus (D’ORBIGNY), 1862
Penemuan pertama kali dari
fosil tersebut adalah D’ORBIGNY dan pada tahun 1862 fosil tersebut diubah oleh
ahli yang lain yang menemukannya. Hal ini sebagai penghormatan bagi penemu
fosil pertama kali nama fosil tersebut tetap dicantumkan dalam kurung.
o
Pleumotora carinata GRAY, Var woodwrdi MARTIN
Yang artinya GRAY memberikan
nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama varietas.
o
Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969
n.sbsp
artinya subspesies baru.
o
Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Artinya fosil yang ditemukan
tersebut sinonim dengan Dentalium
ruteni MARTIN yang diumumkan sebelumnya.
o
Globigerina angulisuturalis ?
Artinya
tidak yakin apakah Globigerna
angulisuturalis
o
Globorotalia cf. Tumida
Artinya tidak yakin apakah
bentuk ini globorotalia tumida
tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini. (cf = confer)
o
Sphaerodinella aff dehiscens
Artinya bentuk ini berdekatan
(berfamili) dengan Sphaerodinella
dehiscens (aff = affiliation)
o
Ammobaculites spp
Mempunyai
arti bermacam – macam spesies
o
Recurvoides sp
Artinya
spesies (nama spesies belum dijelaskan)
I.4
Teknik Penyajian Fosil
I.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel
batuan di lapangan hendaknya diperhatikan tujuan yang akan kita capai.
Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama
untuk menyusun biostratigrafi.
v Kriteria - kriteria pengambilan sampel bntuan
o
Memiiih sampel
batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus, karena. dikhawatirkan fosilnya
sudah tidak insitu
o
Batuan yang
berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang
berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil atau kemungkinan fosilnya rusak.
Contoh batuan yang diambil sebaiknya dari batuan lempung (clay), serpih
(shale), napal ,(marl), tufa napalan (marly tuff), batugnmping bioklastik,
batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
o
Batuan yang
lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
o
Jika endapan
turbidit, diambil pada bntuan yang berbutir halus, yang diperkirakan merupakan
endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normalnya
I.4.2 Penguraian / Pencucian
Proses pencucian batuan dilakukan
dengan cara yang umum sebagai berikut :
o
Batuan sedimen
ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga ukuran diameternya, 3-6mm
o
Melarutkan
dalam larutan H202 (hidrogen peroksida) 50% dan diaduk atau dipanaskan.
o
Kemudian
mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam), jika fosil
masih nampak kotor dapat dilakukan perendaman dengan air sabun, (lalu dibilas
dengan air bersih.
o
Selanjutnya
dikeringkan dengan terik matahari dan siap untuk diayak.
I.4.3 Pemisahan Fosil
Langkah awal
menganalisa, perlu diadakan pemisahan fosil dari kotoran butiran yang
bersamarnya. Cara pengambilan fosil - fosil tersebut dengan jarum dari cawan
tempat contoh batuan untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu
disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu sebelum pengambilan fosil).
Peralatan yang dibutuhkan dalam
pemisahan fosil antara lain :
Ø Cawan
untuk tempat contoh batuan
Ø Jarum untuk mengambil fosil ' Kuas bulu halus
Ø Cawan tempat
air
Ø
Lem untuk merekatkan fosil
Ø Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate
(tempat fosil).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar