Selasa, 14 April 2015

FORMAT : LAPORAN RESMI PRAK. MIKROPALEONTOLOGI


FORMAT : LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI



LOGO



 OLEH :
_________________________________
…………………………...




LABORATORIUM MIKROPALEONTOLOGI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN KEBUMIAN
UNIVERSITRAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
PAPUA
2  0  1  5


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB                I     PENDAHULUAN
I.1. Mikropaleontologi
I.2. Kegunaan Fosil Foraminifera
I.3. Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
I.4. Teknik Penyajian Fosil
I.4.1 Pengambilan Fosil
I.4.2 Penguraian / Penyucian
I.4.3 Pemisahan Fosil

BAB                II    FORAMINIFERA PLANKTON
II.1. Dasar Teori
II.1.1 Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
II.2.2 Septa dan Suture
II.2.3 Aperture
II.2.4 Hiasan Foraminifera
II.2.5 Komposisi Test Foraminifera
II.2.6 Lampiran

BAB                III     FORAMINIFERA BENTHOS
III.1. Dasar Teori
III.1.1 Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
III.1.2 Aperture

BAB                IV     FORAMINIFERA BESAR
IV.1. Dasar Teori
IV.2 Lampiran

BAB                V      LAPORAN LAPANGAN PROFIL

BAB                VI     KESIMPULAN

KRITIK DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa – sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadapstratigrafi. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusilina.

I.2 Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi perusahan – perusahan minyak walaupun akhir – akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil ( 3 – 40 mikron ). Karena itu dalam pengamatan diperlukan mikroskop dengan perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali.
  • Kegunaan fosil foraminifera adalah :
  • Untuk penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut.
  • Membantu dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies.
  • Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau korelasi bawah permukaan.
  • Membantu menentukan batas – batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii ( fosil penciri daerah transgresi ), Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain – lain.
  • Bahan penyusun Biostratigrafi.

Ø  Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :
·         Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu : fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya fosil jenis ini mempunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
·         Fosil Bathimetri / Fosil kedalaman : dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan. Pada umunya adalah benthos yang hidup didasar.
Contoh : Elphidium sp, penciri lingkungan transisi ( Tipsword, 1966 ).
·         Fosil Horison / Fosil lapisan / Fosil diaognostik / Fosil kedalaman : fosil yang mencirikan atau khas terdapat di dalam lapisan yang bersangkutan.
Contoh : Globorotalia tumida ( penciri N 18 ).
·         Fosil lingkungan : dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi.
Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
·         Fosil iklim : dapat dipergunakan sebagai penunjuk iklim pada saat itu.
Contoh : Globigerina pachiderma sebagai penciri iklim dingin ( 2-5 ).

I.3 Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia, Carl Von Line (1707-1778)yang kemudian mengganti namanya menjadi Carl Von Linnaeus menyatakan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk nama individu lain (hukum LAW PRIORITY).
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata. Nama – nama kehidupan selalu diikuti oleh nam orang yang menemukannya.

v  Beberapa contoh penamaan fosil :
o   Globorotalia menardii exilis Blow, 1969
Penamaan fosil hingga subspesies dikemukakan oleh Blow, tahun 1969.
o   Globorotalia humerosa n.sp TAKAYANAGI & SAITO, 1962,
n.sp artinya spesies baru.
o   Globorotalia ruber elongatus (D’ORBIGNY), 1862
Penemuan pertama kali dari fosil tersebut adalah D’ORBIGNY dan pada tahun 1862 fosil tersebut diubah oleh ahli yang lain yang menemukannya. Hal ini sebagai penghormatan bagi penemu fosil pertama kali nama fosil tersebut tetap dicantumkan dalam kurung.
o   Pleumotora carinata GRAY, Var woodwrdi MARTIN
Yang artinya GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama varietas.
o   Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969
n.sbsp artinya subspesies baru.
o   Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Artinya fosil yang ditemukan tersebut sinonim dengan Dentalium ruteni MARTIN yang diumumkan sebelumnya.
o   Globigerina angulisuturalis ?
Artinya tidak yakin apakah Globigerna angulisuturalis
o   Globorotalia  cf.  Tumida
Artinya tidak yakin apakah bentuk ini globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini. (cf = confer)
o   Sphaerodinella aff dehiscens
Artinya bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaerodinella dehiscens (aff = affiliation)
o   Ammobaculites spp
Mempunyai arti bermacam – macam spesies
o   Recurvoides sp
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
I.4 Teknik Penyajian Fosil
I.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya diperhatikan tujuan yang akan kita capai. Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi.
v  Kriteria - kriteria pengambilan sampel bntuan
o   Memiiih sampel batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus, karena. dikhawatirkan fosilnya sudah tidak insitu
o   Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil atau kemungkinan fosilnya rusak. Contoh batuan yang diambil sebaiknya dari batuan lempung (clay), serpih (shale), napal ,(marl), tufa napalan (marly tuff), batugnmping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
o   Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
o   Jika endapan turbidit, diambil pada bntuan yang berbutir halus, yang diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normalnya
            I.4.2 Penguraian / Pencucian
Proses pencucian batuan dilakukan dengan cara yang umum sebagai berikut :
o   Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga ukuran diameternya, 3-6mm
o   Melarutkan dalam larutan H202 (hidrogen peroksida) 50% dan diaduk atau dipanaskan.
o   Kemudian mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam), jika fosil masih nampak kotor dapat dilakukan perendaman dengan air sabun, (lalu dibilas dengan air bersih.
o   Selanjutnya dikeringkan dengan terik matahari dan siap untuk diayak.

I.4.3 Pemisahan Fosil
Langkah awal menganalisa, perlu diadakan pemisahan fosil dari kotoran butiran yang bersamarnya. Cara pengambilan fosil - fosil tersebut dengan jarum dari cawan tempat contoh batuan untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu sebelum pengambilan fosil).
Peralatan yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara lain :
Ø  Cawan untuk tempat contoh batuan
Ø  Jarum untuk mengambil fosil ' Kuas bulu halus
Ø  Cawan tempat air
Ø  Lem untuk merekatkan fosil
Ø  Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Earth Today - Scientific Visualizations Of The Planet

BUMI merupakan salah satu anggota TATASURYA yang dimana terdapat kehidupan...mengapa dikatakan demikian karena BUMI terdiri dari 3 lapisan yaitu :litosfer (batu),hidrosfer (air),atmosfer (udara).