Harapan Lapangan Minyak Dan Gas Bumi Yang Besar Ada di Timur Indonesia
Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini
hanya sekitar 3,6 miliar barel, sangat jauh bila dibandingkan dengan
Venezuela yang jumlah cadangannya mencapai 300 miliar barel. Apabila
setiap hari diproduksikan sebanyak 800 – 900 barel, dan tidak ada
penemuan cadangan yang baru, maka dalam 12 tahun kedepan cadangan minyak
bumi Indonesia akan habis (Rubiandini, 2013). Hal ini sangat
memprihatinkan, ditambah lagi dengan kegiatan eksplorasi migas yang
cenderung lambat. Selama 21 tahun kegiatan eksplorasi migas, dari tahun
1985 ke 2006 hanya ada tambahan dua cekungan berproduksi (Sengkang dan
Banggai) dan lima cekungan baru dibor (Satyana, 2006).
Cekungan yang terletak di Kawasan
Barat Indonesia telah dilakukan eksplorasi sejak tahun 1871, ditandai
dengan pemboran Sumur Maja-1 di Cirebon (Damayanti, 2014). Pada umunya
semua cekungan di Kawasan barat Indonesia telah dilakukan eksplorasi dan
sebagian besar produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari
cekungan – cekungan di kawasan ini. Sedangkan eksplorasi di Kawasan
Timur Indonesia baru dimulai pada tahun 1936, ditandai dengan pemboran
sumur eksplorasi di Cekungan Salawati. Padahal terdapat sebanyak 28
cekungan Pra-Tersier berada di kawasan Timur Indonesia dengan menempati
luas sekitar 1/3 dari keseluruhan cekungan di Indonesia.
Cekungan Pra-Tersier ini telah
terbukti pada beberapa tempat sebagai cekungan dengan potensi minyak dan
gas bumi yang sangat besar (Gambar 1). Sebagai contoh, pada Lapangan
Tangguh ditemukan cadangan gas sebesar 19 TCFG (IHS, 2008 dalam Satyana,
2013) pada Formasi Roabiba yang berumur Jura Tengah, pada lapangan
Abadi ditemukan cadangan gas sebesar 14 TCFG (IHS, 2008 dalam Satyana,
2013), pada Cekungan Bonaparte ditemukan cadangan minyak dan gas pada
Formasi Plover yang berumur Jura Tengah, dan pada Papua New Guinea
ditemukan cadangan minyak dan gas pada Formasi Toro yang berumur Jura
Tengah. Jika ditarik kesamaan umur, formasi batuan yang mengandung
minyak dan gas bumi pada Kawasan Timur Indonesia, khususnya Pulau Papua
dan Australia Bagian Utara terdapat pada batuan yang berumur Jura
Tengah. Hal ini membangkitkan harapan adanya cadangan minyak dan gas
bumi yang besar di Timur Indonesia.
Secara geologi, bentuk Pulau Papua yang terlihat sekarang merupakan hasil tumbukan Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik yang berlangsung sejak Kala Miosen Awal hingga sekarang. Tumbukan ini mengakibatkan pola struktur Pulau Papua menjadi sangat rumit dan khas, karena melibatkan berbagai unsur lempeng. Secara keseluruhan unsur ini diakibatkan oleh gaya pemampatan berarah baratdaya – timurlaut yang searah dengan arah tumbukan. Pemendekan lempeng telah melebihi 100 km dengan kecepatan rata-rata 12,6 cm per tahun dengan arah yang tetap S 55o W (Dow, 1984).
Tumbukan Lempeng Australia dan
Lempeng Pasifik di Pulau Papua membentuk cekungan – cekungan yang
memiliki potensi hidrokarbon dalam jumlah yang besar, seperti Cekungan
Bintuni dan Cekungan Papuan di Papua New Guinea. Tumbukan ini membentuk
suatu sistem cekungan yang dikenal dengan cekungan foreland
(Gambar 1). Pada tahun 1991, Nayoan merangkum lapangan – lapangan
hidrokarbon yang terdapat dalam sistem cekungan ini (Gambar 2).
Cekungan yang berpotensi mempunyai
kandungan minyak dan gas bumi yang besar pada Pulau Papua yaitu Cekungan
Akimeugah (Gambar 4), dengan sumber daya minyak bumi sebesar 22,70 BBO
dan sumber daya gas bumi sebesar 28,92 TCF (Badan Geologi, 2012). Pada
pemboran beberapa sumur di cekungan ini ditemukan adanya kenampakan
minyak dan gas bumi. Bahkan pada Sumur Cross Catalina-1 ditemukan adanya
kolom minyak bumi setebal 50,8 meter, akan tetapi batuan reservoirnya
memiliki porositas yang ketat. Hingga saat ini akumulasi minyak dan gas
bumi yang besar belum ditemukan pada Cekungan ini, padahal Negara
tetangga Papua New Guinea sudah melakukan produksi minyak dan gas bumi
yang besar (Gambar 5).
Sistem petroleum yang bekerja pada
Cekungan Akimeugah terdapat pada Grup Kembelangan yang berumur
Mesozoikum. Grup Kembelangan terdiri atas empat formasi, yaitu: Formasi
Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya, dan Formasi Ekmai. Formasi
Kopai merupakan batuan sumber dengan tipe kerogen II dan III, Ro lebih
besar dari 0.6 %, dan TOC berkisar antara 1 – 10 % pada Paparan Sahul.
Formasi Woniwogi merupakan batuan reservoir dengan porositas berkisar
antara 12 – 14 % dengan permeabilitas antara 200 – 500 mD (Meizarwin,
2003). Formasi Piniya merupakan batuan tudung yang tersusun oleh
batulempung dengan ketebalan mencapai 900 meter (Panggabean dan Hakim,
1986). Formasi Ekmai merupakan batuan reservoir pada Lapangan Bayu –
Undan, akan tetapi pada Cekungan Akimeugah batuan ini bukan merupakan
batuan reservoir yang bagus.
Australia dan Papua New Guinea telah memproduksikan minyak dan gas bumi dari sistem cekungan yang sama yaitu cekungan foreland,
batuan reservoir yang sama yaitu batupasir yang berumur Jura Tengah –
Kapur, dan boleh disimpulkan sistem petroleum yang sama. Cadangan minyak
dan gas bumi Indonesia yang semakin menurun merupakan tanggung jawab
bersama, apalagi geologist merupakan kunci untuk menemukan potensi
tersebut. Dengan konsep baru, data yang lebih lengkap, dan interpretasi
yang lebih mendalam terhadap data yang ada, maka potensi cadangan minyak
dan gas bumi di Cekungan Akimeugah dapat ditemukan. Harapan minyak dan
gas bumi itu ada di Timur Indonesia, tepatnya di Cekungan Akimeugah
Pulau Papua.
Daftar Pustakahttp://analisis.news.viva.co.id/news/read/417723–produksi-minyak-indonesia-di-titik-nadir-
Satyana, A.H. (2013) : Exploring & producing Petroleum in Eastern Indonesia: Update knowledge & Recent Trends. Guest Lecture Ikatan Alumni Teknik Geofisika ITB.
Satyana, A.H., Damayanti, S., Armandita,
C. (2012) : Tectonics, Stratigraphy, and Geochemistry of The Makassar
Straits: Recent Updates from Exploring Offshore West Sulawesi,
Opportunities and Risks. Proceedings Indonesian Petroleum Association 36th Annual Convention.
Satyana, A.H., Damayanti, S., Armandita,
C. (2012) : Tectonics, Stratigraphy, and Geochemistry of The Makassar
Straits: Recent Updates from Exploring Offshore West Sulawesi,
Opportunities and Risks. Proceedings Indonesian Petroleum Association 36th Annual Convention.
Situmorang, B. (1982) : The Formation of The Makassar Basin as Determined from Subsidence Curves. Proceedings Indonesian Petroleum Association 11th Annual Convention, 83-107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar